Jumat, 06 Desember 2013

DPR Optimis RUU Keperawatan Selesai 2013

RUU Keperawatan berusaha diselesaikan tahun 2013 ini. Di tahun politik, memang, banyak
pembahasan RUU yang tersendat. Tapi, khusus RUU Keperawatan ini akan mendapat prioritas
dari DPR RI. Dan hasil keputusan rapat Badan Musyawarah (BAMUS) DPR, pembahasan RUU
ini diserahkan sepenuhnya kepada Komisi IX.
Demikian disampaikan Wakil Ketua DPR RI Pramono Anung saat menerima delegasi Persatuan
Perawat Nasional Indonesia (PPNI) di ruang rapat pimpinan, Selasa (21/5). “Hari ini surat akan
kami kirim ke Komisi IX,” tandas Pramono kepada para delegasi PPNI. Surat tersebut nantinya
mengamanatkan agar segera memulai pembahasannya di Komisi IX.
Bahkan, Pramono mengingatkan, bila ada anggota fraksi di Komisi IX yang menghalang-halangi
pembahasan, agar tidak dipilih lagi pada Pemilu 2014. Pernyataan Pramono ini disambut baik
PPNI. Nova Riyanti Wakil Ketua Komisi IX ikut hadir mendampingi Pramono Anung.
Menurutnya, Komisi IX memang menunggu surat dari pimpinan. Bila sudah turun surat itu,
Komisi IX segera tancap gas membahas RUU tersebut.
Seperti diketahui, DPR tinggal memiliki masa sidang 2 kali lagi sebelum menuju Pemilu. Dan
pimpinan, kata Pramono, akan memantau RUU Keperawatan ini di sisa masa sidang.
Ditambahkan pula oleh Nova, idealnya RUU Keperawatan dibahas di Komisi IX, karena para
anggota sudah memahami betul substansinya. Apalagi, Komisi IX pula yang mengawal RUU ini
dari awal.
Sementara itu, delegasi perawat yang dipimpin Sekjen PPNI Harif Fadilah, menyatakan,
pemerintah tidak serius bahas RUU Keperawatan. Di dunia hanya Indonesia dan Laos yang
belum punya UU Keperawatan. Para dokter begitu mudah mendapat perlindungan hukum lewat
UU. Tapi perawat masih sulit. Kementerian Kesehatan juga, kata Harif, sering mengeluarkan
statemen yang menyakiti hati para perawat. Kesejahteraan perawat juga masih di bawah standar.
Melihat realitas ini, para perawat di Indonesia sepakat akan mogok kerja bila RUU Keperawatan
dan kesejahteraan perawat tidak diperhatikan. Para perawat sempat mengancam mogok pada
tahun-tahun sebelumnya, tapi karena masih memiliki rasa kemanusiaan, aksi mogok masal itu
urung dilakukan. Mereka masih punya hati nurani, karena harus melayani kesehatan masyarakat.

sumber: ppni

Jangan Terlambat, Cegah Stroke dengan Cara Seperti Ini

Ketika serangan stroke kadung terjadi, tampaknya tak ada yang bisa dilakukan selain pasrah dan banyak berdoa. Kadang meski dokter sudah mengerahkan berbagai cara, stroke juga tak kunjung reda. Untuk itu, pakar menyarankan agar setiap orang melakukan upaya pencegahan.

Apalagi mengingat stroke bisa terjadi pada siapapun, tanpa terkecuali maka pencegahan tak hanya berlaku untuk masa sebelum terjadinya serangan pertama tapi juga upaya pencegahan agar stroke yang dialami pasien tak mengalami kekambuhan.

"Perlu diketahui jika makin banyak faktor risikonya (yang dimiliki pasien), peluang strokenya kambuh juga makin besar," tutur Heny Suseani Pangastuti, S.Kp., M.Kes., dalam acara Bedah Buku 'Odem Otak pada Pasien Stroke Iskemik Akut' dan Workshop Pertolongan Serangan Stroke bagi Awam di Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta, seperti ditulis pada Jumat (6/12/2013).

Heny pun memaparkan bahwa faktor risiko stroke terdiri atas dua macam; yang dapat dikendalikan dan yang tidak bisa diubah atau dikendalikan. Yang dapat dikendalikan antara lain penyakit jantung, hipertensi, diabetes, kebiasaan merokok, anemia, dll.

"Sedangkan untuk faktor risiko yang tidak bisa diubah yaitu usia, gender, hereditas atau keturunan, ras atau etnis dan kondisi geografis, kita nggak bisa berbuat apa-apa ya," imbuhnya.

Lalu bagaimana mencegah terjadinya stroke berulang? Menurut dosen ilmu keperawatan UGM tersebut, bisa dilakukan dengan konsumsi sejumlah obat resep seperti aspirin dan agen penurun lipid atau lemak, dan yang utama perubahan gaya hidup atau modifikasi faktor risiko.

Heny mengacu pada ketentuan WHO tentang perubahan gaya hidup pasien stroke (2001) berupa berhenti merokok, praktik diet sehat, pengendalian berat badan, serta aktivitas yang teratur. Untuk aktivitas fisik, Heny menegaskan apabila standar olahraga untuk mencegah stroke menurut WHO sendiri adalah lima kali seminggu, masing-masing selama 30 menit.

"Tapi sebenarnya yang paling penting adalah mencegah tidak terjadinya stroke yang pertama kali. Ini dengan memberikan edukasi kepada pasien yang punya faktor risiko tadi," tutur Heny.

sumber: detikhealth

Pertolongan Pertama pada Mimisan

Hidung berdarah atau mimisan dapat disebabkan oleh beberapa hal, misalnya pukulan yang mengenai hidung, iritasi pada membran mukosa hidung karena berusaha mengeluarkan sesuatu secara berulang dari rongga hidung, atau karena infeksi.

Menurut Stanley M. Zildo seperti dikutip dari bukunya yang berjudul 'First Aid, Cara Benar Pertolongan Pertama dan Penanganan Darurat', Kebanyakan perdarahan hidung yang terjadi pada anak-anak tidak berbahaya. Namun bila terjadi pada orang tua atau dewasa, hal ini dapat menjadi masalah serius dan membutuhkan penanganan medis.

Apabila menemui hidung berdarah atau mimisan, lakukanlah hal-hal sebagai berikut:

1. Mintalah korban untuk duduk dengan badan condong ke depan. Jaga mulut supaya tetap terbuka supaya darah tidak menutup jalan napas.

2. Pencet hidung selama 15 menit. Tekan di bawah tulang hidung pada bagian ujungnya, lepaskan perlahan.

3. Jangan biarkan korban melesitkan ingus. Apabila perdarahan terus berlangsung, pencet hidungnya lagi selama 5 menit dan pastikan korban tidak menelan darah yang keluar.

4. Ambil kain basah atau es yang dibungkus dengan kain. Tempelkan pada hidung dan muka korban untuk mempersempit pembuluh darah.

5. Bila perdarahan berlanjut dan ada indikasi patah tulang, segera bawa ke unit penanganan gawat darurat.

sumber: detikhealth

Kamis, 18 April 2013

Hubungan antara Akses Media Massa dan Pengaruh Teman Sebaya dengan Tingkat Pengetahuan Siswa terhadap Kesehatan Reproduksi Remaja


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Penduduk dunia saat ini berjumlah 6,3 miliar Dari jumlah itu penduduk remaja mencapai lebih dari satu miliar penduduk usia remaja memasuki perilaku reproduksi dan seksual yang dapat membahayakan atau justru mengancam kehidupannya. Menurut Siswanto, selaku Sekjen IPADI dan Deputi KB dan kesehatan reproduksi BKKBN pusat, ada 15 juta perempuan remaja melahirkan anak dan sebagian dari mereka sudah melakukan hubungan seksual di luar sebelum menikah. Setiap tahun, 500.000 perempuan meninggal dunia karena melahirkan dan lebih 65.000 diantaranya adalah remaja perempuan (www.yourcompany.com, 2006).
Terkait dengan itu, jumlah penduduk Indonesia yang saat itu 213 juta, 30 % diantaranya atau 62 juta adalah remaja usia 10-24 tahun. Berbagai data menunjukkan bahwa, remaja yang melakukan hubungan seksual sebelum usia19 tahun. Misalnya hasil survey di 12 kota, salah satunya di kota Medan yang menunjukkan perkiraan angka sekitar 5,5-11% remaja melakukan hubungan seksual sebelum usia 19 tahun, sedangkan usia 15-24 tahun adalah 14,7-30 % (www.your company.com, 2006).
Pemerintah Indonesia sejak tahun 1996 telah memberikan perhatian yang serius terhadap masalah kesehatan reproduksi remaja, modernisasi, globalisasi, tekhnologi dan informasi serta berbagai faktor lainnya dapat mempengaruhi


perubahan perilaku kehidupan remaja yang kemudian berpengaruh pada perilaku kehidupan kesehatan reproduksi mereka. Perubahan perilaku kesehatan reproduksi jika tidak tidak ditangani dengan seksama akan berdampak pada penurunan kualitas keluarga di kemudian hari (Sarbini, 2000).
Tingginya angka hubungan seks pranikah di kalangan remaja ada kaitannya dengan meningkatnya jumlah aborsi saat ini, serta kurangnya pengetahuan remaja akan reproduksi sehat. Jumlah aborsi saat ini tercatat sekitar 2,3 juta, dan 15-20 % diantaranya dilakukan remaja. Hal ini pula yang menjadikan tingginya angka kematian ibu di Indonesia, dan menjadikan Indonesia sebagai Negara yang dengan angka kematian ibunya tertinggi di seluruh Asia Tenggara (www.your company.com, 2006).
Selain itu seks pranikah akan meningkatkan kasus penyakit menular seksual, seperti spilis, GO (Gonorhoe), hingga HIV/ AIDS.Andrologi Anita Gunawan mengatakan , kasus GO paling banyak terjadi. Penderita bisa saja tidak mengalami keluhan. Tapi hal itu justru semakin meningkatkan penyebaran penyakit tersebut (Gemari, 2001).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan siswa terhadap kesehatan reproduksi remaja diantaranya: akses media massa, pengaruh teman sebaya, perilaku dan pendidikan karena sudah saat nya dikalangan remaja diberikan satu bekal pendidikan tentang kesehatan reproduksi remaja disekolah-sekolah, namun bukan pendidikan seks secara vulgar. Pendidikan kesehatan reproduksi dikalangan remaja bukan hanya memberikan pengetahuan tentang organ reproduksi, tetapi bahaya akibat pergaulan bebas, seperti penyakit menular seksual (PMS) dan sebagainya. Dengan demikian anak-anak remaja ini bisa terhindar dari percobaan melakukan seks bebas (Dianawati, 2003).
Berdasarkan data tersebut di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan antara akses media massa dan pengaruh teman sebaya dengan tingkat pengetahuan siswa terhadap kesehatan reproduksi remaja di SMA Srijaya Negara Palembang tahun 2006 “.

Senin, 04 Maret 2013

Prosedur kateterisasi urine pada pria




Pengertian Kateterisasi Urine
Kateterisasi urine adalah memasukkan selang karet atau plastik melalui uretra kedalam kandung kemih

Tujuan Kateterisasi Urine
1.      Menghilangkan distensi kandung kemih
2.      Mendapatkan spesimen urine
3.      Mengkaji jumlah residu urine, jika kandung kemih tidak mampu sepenuhnya dikosongkan

Persiapan Kateterisasi Urine
a. Persiapan pasien
1.      Mengucapkan salam terapeutik
2.      Memperkenalkan diri
3.      Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan tindakan yang akan dilaksanakan.
4.      Penjelasan yang disampaikan dimengerti klien/keluarganya
5.      Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak mengancam.
6.      Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi
7.      Privasi klien selama komunikasi dihargai.
8.      Memperlihatkan kesabaran , penuh empati, sopan, dan perhatian serta respek selama berkomunikasi dan melakukan tindakan
9.      Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan)

b. Persiapan alat
1.      Bak instrumen berisi :
     a.       Foley kateter sesuai ukuran 1 buah
     b.      Urine bag steril 1 buah
     c.       Pinset anatomi 2 buah
     d.      Duk steril
     e.       Kassa steril yang diberi jelly

2.      Sarung tangan steril
3.      Kapas sublimat dalam kom tertutup
4.      Perlak dan pengalasnya 1 buah
5.      Sampiran
6.      Cairan aquades atau Nacl
7.      Plester
8.      Gunting verband
9.      Bengkok 1 buah
10.  Korentang pada tempatnya

4. Prosedur Kateterisasi Urine
1.      Pasien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan, kemudian alat-alat didekatkan ke klien
2.      Pasang sampiran
3.      Cuci tangan
4.      Pasang pengalas/perlak dibawah bokong klien
5.      Pakaian bagian bawah klien dikeataskan/dilepas, dengan posisi klien terlentang. Kaki sedikit dibuka. Bengkok diletakkan didekat bokong klien
6.      Buka bak instrumen, pakai sarung tangan steril, pasang duk steril, lalu bersihkan alat genitalia dengan kapas sublimat dengan menggunakan pinset.
7.      Bersihkan genitalia dengan cara : Penis dipegang dengan tangan non dominan penis dibersihkan dengan menggunakan kapas sublimat oleh tangan dominan dengan gerakan memutar dari meatus keluar. Tindakan bisa dilakukan beberapa kali hingga bersih. Letakkan pinset dalam bengkok
8.      Ambil kateter kemudian olesi dengan jelly. Masukkan kateter kedalam uretra kira-kira 10 cm secara perlahan-lahan dengan menggunakan pinset sampai urine keluar. Masukkan cairan Nacl/aquades 20-30 cc atau sesuai ukuran yang tertulis. Tarik sedikit kateter. Apabila pada saat ditarik kateter terasa tertahan berarti kateter sudah masuk pada kandung kemih
9.      Lepaskan duk, sambungkan kateter dengan urine bag. Lalu ikat disisi tempat tidur
10.  Fiksasi kateter
11.  Lepaskan sarung tangan
12.  Klien dirapikan kembali
13.  Alat dirapikan kembali
14.  Mencuci tangan
15.  Melaksanakan dokumentasi :
a.       Catat tindakan yang dilakukan dan hasil serta respon klien pada lembar catatan klien
b.      Catat tanggal dan jam melakukan tindakan dan nama perawat yang melakukan dan tanda tangan/paraf pada lembar catatan klien

ASKEP MENINGITIS




Pengertian
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur (Smeltzer, 2001).
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).
Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996). Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piamater,araknoid dan dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medulla spinalis yang superficial.(neorologi kapita selekta,1996).

Etiologi
1.      Bakteri; Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa
2.      Penyebab lainnya, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia
3.      Faktor predisposisi : jenis kelamin laki-laki lebih sering dibandingkan dengan wanita
4.      Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan
5.      Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin.
6.      Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injuri  yang berhubungan dengan sistem persarafan

Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu :
a)              Meningitis serosa
Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
b)              Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.

Patofisiologi
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari orofaring dan diikuti dengan septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas. Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri. Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan peningkatan TIK. Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus.

Manifestasi klinis
Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK :
1.      Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)
2.      Perubahan pada tingkat kesaaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma
3.      Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb:
a.       Rigiditas nukal ( kaku leher ). Upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
b.      Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
c.       Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan.
4.      Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
5.      Kejang akibat area  fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik tanda-tanda vital(melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran.
6.      Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.
7.      Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler diseminata

Pemeriksaan Diagnostik
1.        Analisis CSS dari fungsi lumbal :
a)      Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel darah putih dan protein meningkat glukosa meningkat, kultur positip terhadap beberapa jenis bakteri.
b)      Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus.
2.        Glukosa serum : meningkat ( meningitis )
3.        LDH serum : meningkat ( meningitis bakteri )
4.        Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil ( infeksi bakteri )
5.        Elektrolit darah : abnormal .
6.        ESR/LED :  meningkat pada meningitis
7.        Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerah pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi
8.        MRI/ skan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor
9.        Ronsen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial.

Komplikasi
1.      Hidrosefalus obstruktif
2.      MeningococcL Septicemia ( mengingocemia )
3.      Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal bilateral)
4.      SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone )
5.      Efusi subdural
6.      Kejang
7.      Edema dan herniasi serebral
8.      Cerebral palsy
9.      Gangguan mental
10.  Gangguan belajar
11.  Attention deficit disorder
.
Asuhan Keperawatan Meningitis
1. Pengkajian Klien Meningitis

a)       Biodata klien
b)       Riwayat kesehatan yang lalu
(1)   Apakah pernah menderita penyait ISPA dan TBC ?
(2)   Apakah pernah jatuh atau trauma kepala ?
(3)   Pernahkah operasi daerah kepala ?
c)       Riwayat kesehatan sekarang
(1)   Aktivitas
Gejala : Perasaan tidak enak (malaise). Tanda : ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter.
(2)   Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi : endokarditis dan PJK Tanda : tekanan darah meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi berat, takikardi, disritmia.
(3)   Eliminasi
Tanda : Inkontinensi dan atau retensi.
(4)   Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, sulit menelan. Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek dan membran mukosa kering.
(5)   Higiene
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri.
(6)   Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, parestesia, terasa kaku pada persarafan yang terkena, kehilangan sensasi, hiperalgesia, kejang, diplopia, fotofobia, ketulian dan halusinasi penciuman. Tanda : letargi sampai kebingungan berat hingga koma, delusi dan halusinasi, kehilangan memori, afasia,anisokor, nistagmus,ptosis, kejang umum/lokal, hemiparese, tanda brudzinki positif dan atau kernig positif, rigiditas nukal, babinski positif,reflek abdominal menurun dan reflek kremastetik hilang pada laki-laki.
 (7)   Nyeri/keamanan
Gejala : sakit kepala(berdenyut hebat, frontal). Tanda : gelisah,  menangis.
(8)   Pernafasan
Gejala : riwayat infeksi sinus atau paru. Tanda : peningkatan kerja pernafasan.
2. Diagnosa keperawatan Meningitis

a)       Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi sehubungan dengan diseminata hematogen dari patogen
b)       Risiko tinggi terhadap perubahan serebral dan perfusi jaringan sehubungan dengan edema serebral, hipovolemia.
c)       Risisko tinggi terhadap trauma sehubungan dengan kejang umum/fokal, kelemahan umum, vertigo.
d)      Nyeri (akut) sehubungan dengan proses inflamasi, toksin dalam sirkulasi.
e)       Kerusakan mobilitas fisik sehubungan dengan kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan
f)        Anxietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman kematian.
3. Intervensi Keperawatan Meningitis

a)       Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi sehubungan dengan diseminata hematogen dari patogen.
Mandiri
§  Beri tindakan isolasi sebagai pencegahan
§  Pertahan kan teknik aseptik dan teknik cuci tangan yang tepat.
§  Pantau suhu secara teratur
§  Kaji keluhan nyeri dada, nadi yang tidak teratur demam yang terus menerus
§  Auskultasi suara nafas ubah posisi pasien secara teratur, dianjurkan nfas dalam
§  Cacat karakteristik urine (warna, kejernihan dan bau )
Kolaborasi
§  Berikan terapi antibiotik iv: penisilin G, ampisilin, klorampenikol, gentamisin.
b)       Resiko tinggi terhadap perubahan cerebral dan perfusi jaringan sehubungan dengan edema serebral, hipovolemia.
Mandiri
§  Tirah baring dengan posisi kepala datar.
§  Pantau status neurologis.
§  Kaji regiditas nukal, peka rangsang dan kejang
§  Pantau tanda vital dan frekuensi jantung, penafasan, suhu, masukan dan haluaran.
§  Bantu berkemih, membatasi batuk, muntah mengejan.
Kolaborasi
§  Tinggikan kepala tempat tidur 15-45 derajat.
§  Berikan cairan iv (larutan hipertonik, elektrolit ).
§  Pantau BGA.
§  Berikan obat : steoid, clorpomasin, asetaminofen.
c)       Resiko tinggi terhadap trauma sehubungan dengan kejang umum/vokal, kelemahan umum vertigo.
Mandiri
§  Pantau adanya kejang.
§  Pertahankan penghalang tempat tidur tetap terpasang dan pasang jalan nafas buatan.
§  Tirah baring selama fase akut kolaborasi berikan obat : venitoin, diaepam, venobarbital.
d)      Nyeri (akut ) sehubungan dengan proses infeksi, toksin dalam sirkulasi.
Mandiri
§  Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin di atas mata, berikan posisi yang nyaman kepala agak tinggi sedikit, latihan rentang gerak aktif atau pasif dan masage otot leher.
§  Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman(kepala agak tingi).
§  Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif.
§  Gunakan pelembab hangat pada nyeri leher atau pinggul.
Kolaborasi
§  Berikan anal getik, asetaminofen,  codein
e)       Kerusakan mobilitas fisik sehubungan dengan kerusakan neuromuskuler.
§  Kaji derajat imobilisasi pasien.
§  Bantu latihan rentang gerak.
§  Berikan perawatan kulit, masase dengan pelembab.
§  Periksa daerah yang mengalami nyeri tekan, berikan matras udara atau air perhatikan kesejajaran tubuh secara fungsional.
§  Berikan program latihan dan penggunaan alat mobilisasi.
f)        Perubahan persepsi sensori sehubungan dengan defisit neurologis
§  Pantau perubahan orientasi, kemamapuan berbicara,alam perasaaan, sensorik dan proses pikir.
§  Kaji kesadara sensorik : sentuhan, panas, dingin.
§  Observasi respons perilaku.
§  Hilangkan suara bising yang berlebihan.
§  Validasi persepsi pasien dan berikan umpan balik.
§  Beri kessempatan untuk berkomunikasi dan beraktivitas.
§  Kolaborasi ahli fisioterapi, terapi okupasi,wicara dan kognitif.
g)       Ansietas sehubungan dengan krisis situasi, ancaman kematian.
§  Kaji status mental dan tingkat ansietasnya.
§  Berikan penjelasan tentang penyakitnya dan sebelum tindakan prosedur.
§  Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaan.
§  Libatkan keluarga/pasien dalam perawatan dan beri dukungan serta petunjuk sumber penyokong.
Evaluasi
Hasil yang diharapkan
1.         Mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tanpa bukti penyebaran infeksi endogen atau keterlibatan orang lain.
2.         Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik dan fungsi motorik/sensorik, mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil.
3.         Tidak mengalami kejang/penyerta atau cedera lain.
4.         Melaporkan nyeri hilang/terkontrol dan menunjukkan postur rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat.
5.         Mencapai kembali atau mempertahankan posisi fungsional optimal dan kekuatan.
6.         Meningkatkan tingkat kesadaran  biasanya dan fungsi persepsi.
7.         Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang dan mengungkapkan keakuratan pengetahuan tentang situasi