RUU Keperawatan berusaha diselesaikan tahun 2013 ini. Di tahun politik, memang, banyak
pembahasan RUU yang tersendat. Tapi, khusus RUU Keperawatan ini akan mendapat prioritas
dari DPR RI. Dan hasil keputusan rapat Badan Musyawarah (BAMUS) DPR, pembahasan RUU
ini diserahkan sepenuhnya kepada Komisi IX.
Demikian disampaikan Wakil Ketua DPR RI Pramono Anung saat menerima delegasi Persatuan
Perawat Nasional Indonesia (PPNI) di ruang rapat pimpinan, Selasa (21/5). “Hari ini surat akan
kami kirim ke Komisi IX,” tandas Pramono kepada para delegasi PPNI. Surat tersebut nantinya
mengamanatkan agar segera memulai pembahasannya di Komisi IX.
Bahkan, Pramono mengingatkan, bila ada anggota fraksi di Komisi IX yang menghalang-halangi
pembahasan, agar tidak dipilih lagi pada Pemilu 2014. Pernyataan Pramono ini disambut baik
PPNI. Nova Riyanti Wakil Ketua Komisi IX ikut hadir mendampingi Pramono Anung.
Menurutnya, Komisi IX memang menunggu surat dari pimpinan. Bila sudah turun surat itu,
Komisi IX segera tancap gas membahas RUU tersebut.
Seperti diketahui, DPR tinggal memiliki masa sidang 2 kali lagi sebelum menuju Pemilu. Dan
pimpinan, kata Pramono, akan memantau RUU Keperawatan ini di sisa masa sidang.
Ditambahkan pula oleh Nova, idealnya RUU Keperawatan dibahas di Komisi IX, karena para
anggota sudah memahami betul substansinya. Apalagi, Komisi IX pula yang mengawal RUU ini
dari awal.
Sementara itu, delegasi perawat yang dipimpin Sekjen PPNI Harif Fadilah, menyatakan,
pemerintah tidak serius bahas RUU Keperawatan. Di dunia hanya Indonesia dan Laos yang
belum punya UU Keperawatan. Para dokter begitu mudah mendapat perlindungan hukum lewat
UU. Tapi perawat masih sulit. Kementerian Kesehatan juga, kata Harif, sering mengeluarkan
statemen yang menyakiti hati para perawat. Kesejahteraan perawat juga masih di bawah standar.
Melihat realitas ini, para perawat di Indonesia sepakat akan mogok kerja bila RUU Keperawatan
dan kesejahteraan perawat tidak diperhatikan. Para perawat sempat mengancam mogok pada
tahun-tahun sebelumnya, tapi karena masih memiliki rasa kemanusiaan, aksi mogok masal itu
urung dilakukan. Mereka masih punya hati nurani, karena harus melayani kesehatan masyarakat.
sumber: ppni
Jumat, 06 Desember 2013
Jangan Terlambat, Cegah Stroke dengan Cara Seperti Ini
Ketika serangan stroke kadung terjadi, tampaknya tak ada yang bisa dilakukan selain pasrah dan banyak berdoa. Kadang meski dokter sudah mengerahkan berbagai cara, stroke juga tak kunjung reda. Untuk itu, pakar menyarankan agar setiap orang melakukan upaya pencegahan.
Apalagi mengingat stroke bisa terjadi pada siapapun, tanpa terkecuali maka pencegahan tak hanya berlaku untuk masa sebelum terjadinya serangan pertama tapi juga upaya pencegahan agar stroke yang dialami pasien tak mengalami kekambuhan.
"Perlu diketahui jika makin banyak faktor risikonya (yang dimiliki pasien), peluang strokenya kambuh juga makin besar," tutur Heny Suseani Pangastuti, S.Kp., M.Kes., dalam acara Bedah Buku 'Odem Otak pada Pasien Stroke Iskemik Akut' dan Workshop Pertolongan Serangan Stroke bagi Awam di Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta, seperti ditulis pada Jumat (6/12/2013).
Heny pun memaparkan bahwa faktor risiko stroke terdiri atas dua macam; yang dapat dikendalikan dan yang tidak bisa diubah atau dikendalikan. Yang dapat dikendalikan antara lain penyakit jantung, hipertensi, diabetes, kebiasaan merokok, anemia, dll.
"Sedangkan untuk faktor risiko yang tidak bisa diubah yaitu usia, gender, hereditas atau keturunan, ras atau etnis dan kondisi geografis, kita nggak bisa berbuat apa-apa ya," imbuhnya.
Lalu bagaimana mencegah terjadinya stroke berulang? Menurut dosen ilmu keperawatan UGM tersebut, bisa dilakukan dengan konsumsi sejumlah obat resep seperti aspirin dan agen penurun lipid atau lemak, dan yang utama perubahan gaya hidup atau modifikasi faktor risiko.
Heny mengacu pada ketentuan WHO tentang perubahan gaya hidup pasien stroke (2001) berupa berhenti merokok, praktik diet sehat, pengendalian berat badan, serta aktivitas yang teratur. Untuk aktivitas fisik, Heny menegaskan apabila standar olahraga untuk mencegah stroke menurut WHO sendiri adalah lima kali seminggu, masing-masing selama 30 menit.
"Tapi sebenarnya yang paling penting adalah mencegah tidak terjadinya stroke yang pertama kali. Ini dengan memberikan edukasi kepada pasien yang punya faktor risiko tadi," tutur Heny.
sumber: detikhealth
Apalagi mengingat stroke bisa terjadi pada siapapun, tanpa terkecuali maka pencegahan tak hanya berlaku untuk masa sebelum terjadinya serangan pertama tapi juga upaya pencegahan agar stroke yang dialami pasien tak mengalami kekambuhan.
"Perlu diketahui jika makin banyak faktor risikonya (yang dimiliki pasien), peluang strokenya kambuh juga makin besar," tutur Heny Suseani Pangastuti, S.Kp., M.Kes., dalam acara Bedah Buku 'Odem Otak pada Pasien Stroke Iskemik Akut' dan Workshop Pertolongan Serangan Stroke bagi Awam di Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta, seperti ditulis pada Jumat (6/12/2013).
Heny pun memaparkan bahwa faktor risiko stroke terdiri atas dua macam; yang dapat dikendalikan dan yang tidak bisa diubah atau dikendalikan. Yang dapat dikendalikan antara lain penyakit jantung, hipertensi, diabetes, kebiasaan merokok, anemia, dll.
"Sedangkan untuk faktor risiko yang tidak bisa diubah yaitu usia, gender, hereditas atau keturunan, ras atau etnis dan kondisi geografis, kita nggak bisa berbuat apa-apa ya," imbuhnya.
Lalu bagaimana mencegah terjadinya stroke berulang? Menurut dosen ilmu keperawatan UGM tersebut, bisa dilakukan dengan konsumsi sejumlah obat resep seperti aspirin dan agen penurun lipid atau lemak, dan yang utama perubahan gaya hidup atau modifikasi faktor risiko.
Heny mengacu pada ketentuan WHO tentang perubahan gaya hidup pasien stroke (2001) berupa berhenti merokok, praktik diet sehat, pengendalian berat badan, serta aktivitas yang teratur. Untuk aktivitas fisik, Heny menegaskan apabila standar olahraga untuk mencegah stroke menurut WHO sendiri adalah lima kali seminggu, masing-masing selama 30 menit.
"Tapi sebenarnya yang paling penting adalah mencegah tidak terjadinya stroke yang pertama kali. Ini dengan memberikan edukasi kepada pasien yang punya faktor risiko tadi," tutur Heny.
sumber: detikhealth
Pertolongan Pertama pada Mimisan
Menurut Stanley M. Zildo seperti dikutip dari bukunya yang berjudul 'First Aid, Cara Benar Pertolongan Pertama dan Penanganan Darurat', Kebanyakan perdarahan hidung yang terjadi pada anak-anak tidak berbahaya. Namun bila terjadi pada orang tua atau dewasa, hal ini dapat menjadi masalah serius dan membutuhkan penanganan medis.
Apabila menemui hidung berdarah atau mimisan, lakukanlah hal-hal sebagai berikut:
1. Mintalah korban untuk duduk dengan badan condong ke depan. Jaga mulut supaya tetap terbuka supaya darah tidak menutup jalan napas.
2. Pencet hidung selama 15 menit. Tekan di bawah tulang hidung pada bagian ujungnya, lepaskan perlahan.
3. Jangan biarkan korban melesitkan ingus. Apabila perdarahan terus berlangsung, pencet hidungnya lagi selama 5 menit dan pastikan korban tidak menelan darah yang keluar.
4. Ambil kain basah atau es yang dibungkus dengan kain. Tempelkan pada hidung dan muka korban untuk mempersempit pembuluh darah.
5. Bila perdarahan berlanjut dan ada indikasi patah tulang, segera bawa ke unit penanganan gawat darurat.
sumber: detikhealth
Kamis, 18 April 2013
Hubungan antara Akses Media Massa dan Pengaruh Teman Sebaya dengan Tingkat Pengetahuan Siswa terhadap Kesehatan Reproduksi Remaja
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Penduduk dunia saat ini berjumlah 6,3
miliar Dari jumlah itu penduduk remaja mencapai lebih dari satu miliar penduduk
usia remaja memasuki perilaku reproduksi dan seksual yang dapat membahayakan
atau justru mengancam kehidupannya. Menurut Siswanto, selaku Sekjen IPADI dan
Deputi KB dan kesehatan reproduksi BKKBN pusat, ada 15 juta perempuan remaja
melahirkan anak dan sebagian dari mereka sudah melakukan hubungan seksual di
luar sebelum menikah. Setiap tahun, 500.000 perempuan meninggal dunia karena
melahirkan dan lebih 65.000 diantaranya adalah remaja perempuan (www.yourcompany.com,
2006).
Terkait dengan itu, jumlah penduduk
Indonesia yang saat itu 213 juta, 30 % diantaranya atau 62 juta adalah remaja
usia 10-24 tahun. Berbagai data menunjukkan bahwa, remaja yang melakukan
hubungan seksual sebelum usia19 tahun. Misalnya hasil survey di 12 kota, salah
satunya di kota Medan yang menunjukkan perkiraan angka sekitar 5,5-11% remaja
melakukan hubungan seksual sebelum usia 19 tahun, sedangkan usia 15-24 tahun
adalah 14,7-30 % (www.your company.com, 2006).
Pemerintah Indonesia sejak tahun 1996
telah memberikan perhatian yang serius terhadap masalah kesehatan reproduksi
remaja, modernisasi, globalisasi, tekhnologi dan informasi serta berbagai
faktor lainnya dapat mempengaruhi
perubahan perilaku kehidupan remaja
yang kemudian berpengaruh pada perilaku kehidupan kesehatan reproduksi mereka.
Perubahan perilaku kesehatan reproduksi jika tidak tidak ditangani dengan
seksama akan berdampak pada penurunan kualitas keluarga di kemudian hari
(Sarbini, 2000).
Tingginya angka hubungan seks
pranikah di kalangan remaja ada kaitannya dengan meningkatnya jumlah aborsi
saat ini, serta kurangnya pengetahuan remaja akan reproduksi sehat. Jumlah
aborsi saat ini tercatat sekitar 2,3 juta, dan 15-20 % diantaranya dilakukan
remaja. Hal ini pula yang menjadikan tingginya angka kematian ibu di Indonesia,
dan menjadikan Indonesia sebagai Negara yang dengan angka kematian ibunya
tertinggi di seluruh Asia Tenggara (www.your company.com, 2006).
Selain itu seks pranikah akan
meningkatkan kasus penyakit menular seksual, seperti spilis, GO (Gonorhoe),
hingga HIV/ AIDS.Andrologi Anita Gunawan mengatakan , kasus GO paling banyak
terjadi. Penderita bisa saja tidak mengalami keluhan. Tapi hal itu justru
semakin meningkatkan penyebaran penyakit tersebut (Gemari, 2001).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
tingkat pengetahuan siswa terhadap kesehatan reproduksi remaja diantaranya:
akses media massa, pengaruh teman sebaya, perilaku dan pendidikan karena sudah
saat nya dikalangan remaja diberikan satu bekal pendidikan tentang kesehatan
reproduksi remaja disekolah-sekolah, namun bukan pendidikan seks secara vulgar.
Pendidikan kesehatan reproduksi dikalangan remaja bukan hanya memberikan
pengetahuan tentang organ reproduksi, tetapi bahaya akibat pergaulan bebas,
seperti penyakit menular seksual (PMS) dan sebagainya. Dengan demikian
anak-anak remaja ini bisa terhindar dari percobaan melakukan seks bebas
(Dianawati, 2003).
Berdasarkan data tersebut di atas
maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan antara
akses media massa dan pengaruh teman sebaya dengan tingkat pengetahuan siswa
terhadap kesehatan reproduksi remaja di SMA Srijaya Negara Palembang tahun 2006
“.
Senin, 04 Maret 2013
Prosedur kateterisasi urine pada pria
Pengertian
Kateterisasi Urine
Kateterisasi
urine adalah
memasukkan selang karet atau plastik melalui uretra kedalam kandung kemih
Tujuan
Kateterisasi Urine
1. Menghilangkan distensi kandung kemih
2. Mendapatkan spesimen urine
3. Mengkaji jumlah residu urine, jika
kandung kemih tidak mampu sepenuhnya dikosongkan
Persiapan
Kateterisasi Urine
a. Persiapan
pasien
1. Mengucapkan salam terapeutik
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan pada klien dan keluarga
tentang prosedur dan tujuan tindakan yang akan dilaksanakan.
4. Penjelasan yang disampaikan dimengerti
klien/keluarganya
5. Selama komunikasi digunakan bahasa
yang jelas, sistematis serta tidak mengancam.
6. Klien/keluarga diberi kesempatan
bertanya untuk klarifikasi
7. Privasi klien selama komunikasi
dihargai.
8. Memperlihatkan kesabaran , penuh empati,
sopan, dan perhatian serta respek selama berkomunikasi dan melakukan tindakan
9. Membuat kontrak (waktu, tempat dan
tindakan yang akan dilakukan)
b. Persiapan alat
1. Bak instrumen berisi :
a. Foley kateter sesuai ukuran 1 buah
b. Urine bag steril 1 buah
c. Pinset anatomi 2 buah
d. Duk steril
e. Kassa steril yang diberi jelly
2. Sarung tangan steril
3. Kapas sublimat dalam kom tertutup
4. Perlak dan pengalasnya 1 buah
5. Sampiran
6. Cairan aquades atau Nacl
7. Plester
8. Gunting verband
9. Bengkok 1 buah
10. Korentang pada tempatnya
4. Prosedur
Kateterisasi Urine
1. Pasien diberi penjelasan tentang
prosedur yang akan dilakukan, kemudian alat-alat didekatkan ke klien
2. Pasang sampiran
3. Cuci tangan
4. Pasang pengalas/perlak dibawah
bokong klien
5. Pakaian bagian bawah klien
dikeataskan/dilepas, dengan posisi klien terlentang. Kaki sedikit dibuka.
Bengkok diletakkan didekat bokong klien
6. Buka bak instrumen, pakai sarung
tangan steril, pasang duk steril, lalu bersihkan alat genitalia dengan kapas
sublimat dengan menggunakan pinset.
7. Bersihkan genitalia dengan cara :
Penis dipegang dengan tangan non dominan penis dibersihkan dengan menggunakan
kapas sublimat oleh tangan dominan dengan gerakan memutar dari meatus keluar.
Tindakan bisa dilakukan beberapa kali hingga bersih. Letakkan pinset dalam
bengkok
8. Ambil kateter kemudian olesi dengan
jelly. Masukkan kateter kedalam uretra kira-kira 10 cm secara perlahan-lahan
dengan menggunakan pinset sampai urine keluar. Masukkan cairan Nacl/aquades
20-30 cc atau sesuai ukuran yang tertulis. Tarik sedikit kateter. Apabila pada
saat ditarik kateter terasa tertahan berarti kateter sudah masuk pada kandung
kemih
9. Lepaskan duk, sambungkan kateter
dengan urine bag. Lalu ikat disisi tempat tidur
10. Fiksasi kateter
11. Lepaskan sarung tangan
12. Klien dirapikan kembali
13. Alat dirapikan kembali
14. Mencuci tangan
15. Melaksanakan dokumentasi :
a. Catat tindakan yang dilakukan dan
hasil serta respon klien pada lembar catatan klien
b. Catat tanggal dan jam melakukan
tindakan dan nama perawat yang melakukan dan tanda tangan/paraf pada lembar
catatan klien
ASKEP MENINGITIS
Pengertian
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang
mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau
organ-organ jamur (Smeltzer, 2001).
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen,
cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada
sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).
Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996). Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piamater,araknoid dan dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medulla spinalis yang superficial.(neorologi kapita selekta,1996).
Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996). Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piamater,araknoid dan dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medulla spinalis yang superficial.(neorologi kapita selekta,1996).
Etiologi
1. Bakteri; Mycobacterium
tuberculosa, Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria
meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus
aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae,
Peudomonas aeruginosa
2. Penyebab
lainnya, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia
3. Faktor
predisposisi : jenis kelamin laki-laki lebih sering dibandingkan dengan wanita
4. Faktor
maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan
5. Faktor
imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin.
6. Kelainan
sistem saraf pusat, pembedahan atau injuri yang berhubungan dengan sistem
persarafan
Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu :
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu :
a)
Meningitis serosa
Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang
disertai cairan otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium
tuberculosa. Penyebab lainnya Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
b)
Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang
meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus
pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus
haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli,
Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.
Patofisiologi
Meningitis
bakteri dimulai sebagai infeksi dari orofaring dan diikuti dengan septikemia,
yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas. Faktor
predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media,
mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf
baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui
nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan
dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong
perkembangan bakteri. Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan
reaksi radang di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan
trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami
gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi.
Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang
juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Meningitis bakteri
dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari
peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier oak),
edema serebral dan peningkatan TIK. Pada infeksi akut pasien meninggal akibat
toksin bakteri sebelum terjadi meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini
dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya
hemoragi (pada sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya
kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh
meningokokus.
Manifestasi klinis
Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan
peningkatan TIK :
2. Perubahan
pada tingkat kesaaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma
3. Iritasi
meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb:
a.
Rigiditas nukal ( kaku leher ). Upaya untuk fleksi
kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
b.
Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan
paha dalam keadan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan
sempurna.
c.
Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka
dihasilkan fleksi lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada
ekstremitas bawah pada salah satu sisi maka gerakan yang sama terlihat peda
sisi ektremita yang berlawanan.
4. Mengalami
foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
5. Kejang
akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat
purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik tanda-tanda
vital(melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit
kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran.
6. Adanya ruam
merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.
7. Infeksi
fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-tiba muncul, lesi
purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler diseminata
Pemeriksaan Diagnostik
1.
Analisis CSS dari fungsi lumbal :
a)
Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan
keruh/berkabut, jumlah sel darah putih dan protein meningkat glukosa meningkat,
kultur positip terhadap beberapa jenis bakteri.
b)
Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS
biasanya jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya
normal, kultur biasanya negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus.
2.
Glukosa serum : meningkat ( meningitis )
3.
LDH serum : meningkat ( meningitis bakteri )
4.
Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan
neutrofil ( infeksi bakteri )
5.
Elektrolit darah : abnormal .
6.
ESR/LED : meningkat pada meningitis
7.
Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat
mengindikasikan daerah pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi
8.
MRI/ skan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi,
melihat ukuran/letak ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor
9.
Ronsen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi
sumber infeksi intra kranial.
Komplikasi
1. Hidrosefalus obstruktif
2. MeningococcL Septicemia ( mengingocemia )
3. Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal bilateral)
4. SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone )
5. Efusi subdural
6. Kejang
7. Edema dan herniasi serebral
8. Cerebral palsy
9. Gangguan mental
10. Gangguan belajar
11. Attention deficit disorder
.
1. Hidrosefalus obstruktif
2. MeningococcL Septicemia ( mengingocemia )
3. Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal bilateral)
4. SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone )
5. Efusi subdural
6. Kejang
7. Edema dan herniasi serebral
8. Cerebral palsy
9. Gangguan mental
10. Gangguan belajar
11. Attention deficit disorder
.
Asuhan
Keperawatan Meningitis
1.
Pengkajian Klien Meningitis
a) Biodata klien
b) Riwayat kesehatan yang lalu
(1) Apakah pernah menderita penyait ISPA dan TBC ?
(2) Apakah pernah jatuh atau trauma kepala ?
(3) Pernahkah operasi daerah kepala ?
c) Riwayat kesehatan sekarang
(1) Aktivitas
Gejala : Perasaan tidak enak (malaise). Tanda : ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter.
(2) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi : endokarditis dan PJK Tanda : tekanan darah meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi berat, takikardi, disritmia.
(3) Eliminasi
Tanda : Inkontinensi dan atau retensi.
(4) Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, sulit menelan. Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek dan membran mukosa kering.
(5) Higiene
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri.
(6) Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, parestesia, terasa kaku pada persarafan yang terkena, kehilangan sensasi, hiperalgesia, kejang, diplopia, fotofobia, ketulian dan halusinasi penciuman. Tanda : letargi sampai kebingungan berat hingga koma, delusi dan halusinasi, kehilangan memori, afasia,anisokor, nistagmus,ptosis, kejang umum/lokal, hemiparese, tanda brudzinki positif dan atau kernig positif, rigiditas nukal, babinski positif,reflek abdominal menurun dan reflek kremastetik hilang pada laki-laki.
a) Biodata klien
b) Riwayat kesehatan yang lalu
(1) Apakah pernah menderita penyait ISPA dan TBC ?
(2) Apakah pernah jatuh atau trauma kepala ?
(3) Pernahkah operasi daerah kepala ?
c) Riwayat kesehatan sekarang
(1) Aktivitas
Gejala : Perasaan tidak enak (malaise). Tanda : ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter.
(2) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi : endokarditis dan PJK Tanda : tekanan darah meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi berat, takikardi, disritmia.
(3) Eliminasi
Tanda : Inkontinensi dan atau retensi.
(4) Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, sulit menelan. Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek dan membran mukosa kering.
(5) Higiene
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri.
(6) Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, parestesia, terasa kaku pada persarafan yang terkena, kehilangan sensasi, hiperalgesia, kejang, diplopia, fotofobia, ketulian dan halusinasi penciuman. Tanda : letargi sampai kebingungan berat hingga koma, delusi dan halusinasi, kehilangan memori, afasia,anisokor, nistagmus,ptosis, kejang umum/lokal, hemiparese, tanda brudzinki positif dan atau kernig positif, rigiditas nukal, babinski positif,reflek abdominal menurun dan reflek kremastetik hilang pada laki-laki.
(7) Nyeri/keamanan
Gejala : sakit kepala(berdenyut hebat, frontal). Tanda : gelisah, menangis.
(8) Pernafasan
Gejala : riwayat infeksi sinus atau paru. Tanda : peningkatan kerja pernafasan.
2. Diagnosa keperawatan Meningitis
a) Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi sehubungan dengan diseminata hematogen dari patogen
b) Risiko tinggi terhadap perubahan serebral dan perfusi jaringan sehubungan dengan edema serebral, hipovolemia.
c) Risisko tinggi terhadap trauma sehubungan dengan kejang umum/fokal, kelemahan umum, vertigo.
d) Nyeri (akut) sehubungan dengan proses inflamasi, toksin dalam sirkulasi.
e) Kerusakan mobilitas fisik sehubungan dengan kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan
f) Anxietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman kematian.
3. Intervensi Keperawatan Meningitis
a) Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi sehubungan dengan diseminata hematogen dari patogen.
Mandiri
Gejala : sakit kepala(berdenyut hebat, frontal). Tanda : gelisah, menangis.
(8) Pernafasan
Gejala : riwayat infeksi sinus atau paru. Tanda : peningkatan kerja pernafasan.
2. Diagnosa keperawatan Meningitis
a) Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi sehubungan dengan diseminata hematogen dari patogen
b) Risiko tinggi terhadap perubahan serebral dan perfusi jaringan sehubungan dengan edema serebral, hipovolemia.
c) Risisko tinggi terhadap trauma sehubungan dengan kejang umum/fokal, kelemahan umum, vertigo.
d) Nyeri (akut) sehubungan dengan proses inflamasi, toksin dalam sirkulasi.
e) Kerusakan mobilitas fisik sehubungan dengan kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan
f) Anxietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman kematian.
3. Intervensi Keperawatan Meningitis
a) Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi sehubungan dengan diseminata hematogen dari patogen.
Mandiri
§ Beri
tindakan isolasi sebagai pencegahan
§ Pertahan kan
teknik aseptik dan teknik cuci tangan yang tepat.
§ Pantau suhu
secara teratur
§ Kaji keluhan
nyeri dada, nadi yang tidak teratur demam yang terus menerus
§ Auskultasi
suara nafas ubah posisi pasien secara teratur, dianjurkan nfas dalam
§ Cacat
karakteristik urine (warna, kejernihan dan bau )
Kolaborasi
§ Berikan
terapi antibiotik iv: penisilin G, ampisilin, klorampenikol, gentamisin.
b)
Resiko tinggi terhadap perubahan cerebral dan perfusi jaringan sehubungan
dengan edema serebral, hipovolemia.
Mandiri
Mandiri
§ Tirah baring
dengan posisi kepala datar.
§ Pantau
status neurologis.
§ Kaji
regiditas nukal, peka rangsang dan kejang
§ Pantau tanda
vital dan frekuensi jantung, penafasan, suhu, masukan dan haluaran.
§ Bantu
berkemih, membatasi batuk, muntah mengejan.
Kolaborasi
§ Tinggikan
kepala tempat tidur 15-45 derajat.
§ Berikan
cairan iv (larutan hipertonik, elektrolit ).
§ Pantau BGA.
§ Berikan obat
: steoid, clorpomasin, asetaminofen.
c)
Resiko tinggi terhadap trauma sehubungan dengan kejang umum/vokal, kelemahan
umum vertigo.
Mandiri
Mandiri
§ Pantau
adanya kejang.
§ Pertahankan
penghalang tempat tidur tetap terpasang dan pasang jalan nafas buatan.
§ Tirah baring
selama fase akut kolaborasi berikan obat : venitoin, diaepam, venobarbital.
d)
Nyeri (akut ) sehubungan dengan proses infeksi, toksin dalam sirkulasi.
Mandiri
Mandiri
§ Letakkan
kantung es pada kepala, pakaian dingin di atas mata, berikan posisi yang nyaman
kepala agak tinggi sedikit, latihan rentang gerak aktif atau pasif dan masage
otot leher.
§ Dukung untuk
menemukan posisi yang nyaman(kepala agak tingi).
§ Berikan
latihan rentang gerak aktif/pasif.
§ Gunakan
pelembab hangat pada nyeri leher atau pinggul.
Kolaborasi
§ Berikan anal
getik, asetaminofen, codein
e)
Kerusakan mobilitas fisik sehubungan dengan kerusakan neuromuskuler.
§ Kaji derajat
imobilisasi pasien.
§ Bantu
latihan rentang gerak.
§ Berikan
perawatan kulit, masase dengan pelembab.
§ Periksa
daerah yang mengalami nyeri tekan, berikan matras udara atau air perhatikan
kesejajaran tubuh secara fungsional.
§ Berikan
program latihan dan penggunaan alat mobilisasi.
f)
Perubahan persepsi sensori sehubungan dengan defisit neurologis
§ Pantau
perubahan orientasi, kemamapuan berbicara,alam perasaaan, sensorik dan proses
pikir.
§ Kaji
kesadara sensorik : sentuhan, panas, dingin.
§ Observasi
respons perilaku.
§ Hilangkan
suara bising yang berlebihan.
§ Validasi
persepsi pasien dan berikan umpan balik.
§ Beri
kessempatan untuk berkomunikasi dan beraktivitas.
§ Kolaborasi
ahli fisioterapi, terapi okupasi,wicara dan kognitif.
g)
Ansietas sehubungan dengan krisis situasi, ancaman kematian.
§ Kaji status
mental dan tingkat ansietasnya.
§ Berikan
penjelasan tentang penyakitnya dan sebelum tindakan prosedur.
§ Beri
kesempatan untuk mengungkapkan perasaan.
§ Libatkan
keluarga/pasien dalam perawatan dan beri dukungan serta petunjuk sumber
penyokong.
Evaluasi
Hasil yang
diharapkan
1.
Mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tanpa bukti penyebaran infeksi endogen
atau keterlibatan orang lain.
2. Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik dan fungsi motorik/sensorik, mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil.
3. Tidak mengalami kejang/penyerta atau cedera lain.
4. Melaporkan nyeri hilang/terkontrol dan menunjukkan postur rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat.
5. Mencapai kembali atau mempertahankan posisi fungsional optimal dan kekuatan.
6. Meningkatkan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi.
7. Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang dan mengungkapkan keakuratan pengetahuan tentang situasi
2. Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik dan fungsi motorik/sensorik, mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil.
3. Tidak mengalami kejang/penyerta atau cedera lain.
4. Melaporkan nyeri hilang/terkontrol dan menunjukkan postur rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat.
5. Mencapai kembali atau mempertahankan posisi fungsional optimal dan kekuatan.
6. Meningkatkan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi.
7. Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang dan mengungkapkan keakuratan pengetahuan tentang situasi
Langganan:
Postingan (Atom)