Ketika serangan stroke kadung terjadi, tampaknya tak ada yang bisa dilakukan selain pasrah dan banyak berdoa. Kadang meski dokter sudah mengerahkan berbagai cara, stroke juga tak kunjung reda. Untuk itu, pakar menyarankan agar setiap orang melakukan upaya pencegahan.
Apalagi mengingat stroke bisa terjadi pada siapapun, tanpa terkecuali maka pencegahan tak hanya berlaku untuk masa sebelum terjadinya serangan pertama tapi juga upaya pencegahan agar stroke yang dialami pasien tak mengalami kekambuhan.
"Perlu diketahui jika makin banyak faktor risikonya (yang dimiliki pasien), peluang strokenya kambuh juga makin besar," tutur Heny Suseani Pangastuti, S.Kp., M.Kes., dalam acara Bedah Buku 'Odem Otak pada Pasien Stroke Iskemik Akut' dan Workshop Pertolongan Serangan Stroke bagi Awam di Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta, seperti ditulis pada Jumat (6/12/2013).
Heny pun memaparkan bahwa faktor risiko stroke terdiri atas dua macam; yang dapat dikendalikan dan yang tidak bisa diubah atau dikendalikan. Yang dapat dikendalikan antara lain penyakit jantung, hipertensi, diabetes, kebiasaan merokok, anemia, dll.
"Sedangkan untuk faktor risiko yang tidak bisa diubah yaitu usia, gender, hereditas atau keturunan, ras atau etnis dan kondisi geografis, kita nggak bisa berbuat apa-apa ya," imbuhnya.
Lalu bagaimana mencegah terjadinya stroke berulang? Menurut dosen ilmu keperawatan UGM tersebut, bisa dilakukan dengan konsumsi sejumlah obat resep seperti aspirin dan agen penurun lipid atau lemak, dan yang utama perubahan gaya hidup atau modifikasi faktor risiko.
Heny mengacu pada ketentuan WHO tentang perubahan gaya hidup pasien stroke (2001) berupa berhenti merokok, praktik diet sehat, pengendalian berat badan, serta aktivitas yang teratur. Untuk aktivitas fisik, Heny menegaskan apabila standar olahraga untuk mencegah stroke menurut WHO sendiri adalah lima kali seminggu, masing-masing selama 30 menit.
"Tapi sebenarnya yang paling penting adalah mencegah tidak terjadinya stroke yang pertama kali. Ini dengan memberikan edukasi kepada pasien yang punya faktor risiko tadi," tutur Heny.
sumber: detikhealth
Tidak ada komentar:
Posting Komentar