“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji
kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dia maha perkasa lagi maha
pengampun (QS Al-Mulk 67:2)”
Allah telah
menetapkan sebuah kaidah dalam firman-Nya, bahwasanya Dia yang maha kuasa telah
menjadikan hidup dengan segala permasalahannya dan mati beserta hal-hal yang
terkait di dalamnya. Keduanya merupakan ujian bagi hamba-hamba-Nya. Dari ujian
itu diketahui siapa yang saja hambanya yang pandai bersyukur ketika lapang dan
siapa yang sabar ketika berada dalam kesempitan. Manusia yang pandai bersyukur
ketika lapang dan bersabar ketika sempit, baginya pahala yang luar biasa dari
sisi-Nya. Nabi Ayub as. adalah salah seorang contoh yang terbaik dari
hamba-hamba Allah yang menjadikan sabar dan shalat sebagai penolong dalam
hidupnya. Ketika berada dalam kelapangan, beliau bersyukur. Ketika berada dalam
kesempitan hidup, beliaupun mampu bersabar. Bahkan, kesabaran yang ditampilkan
Nabi Ayub as. menjadi symbol kesabaran paripurna dalam menghadapi kepahitan
hidup.
Nabi Ayub adalah
hamba yang saleh. Allah swt. menguji Ayub dengan harta, keluarga dan tubuhnya.
Hartanya hilang sehingga beliau menjadi orang yang sangat miskin setelah
sebelumnya kaya raya. Kemudian Nabi Ayub ditinggal pergi oleh istri dan
anak-anak yang dicintainya. Setelah itu fisiknya dihinggapi oleh penyakit aneh
yang menjijikkan yang tidak kunjung sembuh dalam kurun waktu yang lama sehingga
orang-orang menjauhinya. Walaupun demikian, beliau tetap bersabar menghadapi
semua itu. Ia tetap bersyukur dan beribadah kepada Allah swt.
Sakit yang
diderita Ayub menghabiskan waktu yang sangat lama, hingga suatu saat setan
menggodanya.
”Wahai Ayub,
penyakit dan penderitaan yang engkau rasakan ini adalah karena permintaanku
kepada Allah untuk menggodamu. Seandainya engkau berhenti bersabar dalam satu
hari saja, niscaya penyakitmu akan hilang. Sesungguhnya Allah tidak benar-benar
mencintaimu. Kalau Allah benar-benar mencintaimu, niscaya engkau tidak akan
merasakan penderitaan yang hebat seperti ini.”
Dengan tersenyum
Ayub berkata kepada setan, “Keluarlah hai setan, sungguh aku tidak akan
berhenti besabar, bersyukur dan beribadah.” Setan pun pergi dengan putus asa
karena tidak mampu menggoda Nabi Ayub.
Nabi Ayub tidak
percaya bahwa penderitaan yang dihadapinya ini adalah karena setan. Beliau
menganggap semua yang dihadapinya ini adalah karena izin Allah untuk
mengujinya. Untuk itu, Nabi Ayub mengadu dan berdo’a kepada Alah. Hingga dating
suatu hari Allah memerintahkan Ayub untuk mandi di salah satu mata air di
gunung dan minum dari mata ir tersebut. Nabi Ayub melaksanakan perintah itu dan
hingga pada tegukkan yang terakhir beliau merasakan sehat dan sembuh dari
penyakitnya. Allah pun mengembalikan keluarga, harta dan kemuliaan kepadanya.
Meneladani kisah
Nabi Ayub di atas kita belajar untuk merenungi hidup yang kita jalani saat ini,
sudahkan kita bersyukur saat kemudahan dating dan sudahkan kita bersabar saat
kesusahan melanda hidup kita. Orang beriman tidak akan pernah lepas dari yang
namanya ujian hidup. Baik dari hal-hal yang menyenangkan maupun yang
menyenangkan. Dalam Al-Qur’an disebutkan.
“Apakah manusia mengira mereka dibiarkan saja
mengatakan ‘kami telah beriman’ sedang mereka tidak diuji lagi?” (QS
Al-Ankabut 29:2)
Begitu banyak
ujian yang diberikan Allah kepada hamba-Nya, sebut saja sakit salah satunya.
Sakit adalah sunnatullah. Jika
manusia tidak memahaminya sakit merupakan penderitaan yang besar. Manusia harus
menerima sakit ini sebagai sesuatu yang wajar dan kita harus iklas menerimanya.
Meskipun begitu kita tidak boleh sepenuhnya pasrah menerimanya tanpa ada usaha,
karena Islam tidak menginginkan seorang sakit tanpa usaha dalam penyembuhannya.
Nabi Muhammad saw., bersabda, “setiap
penyakit itu pasti ada obatnya.”
Selama kita terbaring sakit, kita tidak boleh berhenti beribadah. Karena Islam
telah mengajarkan kepada kita bagaimana cara beribadah saat kita sakit.
Berikut adalah cara beribadahnya orang sakit.
1.
Bersuci
- Istinja’
Istinja artinya mensucikan diri dari kotoran baik yang
keluar dari dubur maupun dari qubul (kemaluan). Cara istinja yaitu dengan
menggunakan air yang suci atau dengan benda padat,contoh dapat menggunakan
kertas tisue yang kering.Kalau menggunakan tisue dengan catatan:
·
Kotoran tidak kemana-mana hanya
terdapat pada tempat keluarnya saja(dubur dan qubul).
·
Kotoran tersebut belum kering
hingga bisa dihisap dengan kertas tisue.
- Berwudlu
Berwudhu artinya menghilangkan hadats kecil.Hadats
kecil yaitu hal-hal yang dapat membatalkan wudhu seperti keluarnya sesuatu dari
dubur maupun qubul.
Cara berwudhu sebagai berikut:
·
Bagi pasien yang masih mampu
berwudhu sendiri seperti biasa,lakukanlah sendiri dengan tertib.
·
Bagi pasien yang sakitnya sudah
berat dan tidak dapat turun sendiri dari tempat tidurnya,mintalah diwudhukan
baik oleh keluarganya atau petugas rumah sakit dengan menggunakan waslap yang
dibasahi kemudian diusapkan pada anggota wudhu secara merata,kecuali
kumur-kumur tetap harus berkumur-kumur,dan setiap membasuh anggota wudhu waslap
harus selalu dibasahi kembali,demikian seterusnya.Dan daerah-daerah yg luka
dalam keadaan terbalut,tidak perlu dibuka pembalutnya.cukup dilap saja.
- Tayamum
Tayamum adalah merupakan pengganti wudhu/mandi wajib.Tayamum
dilakukan bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk berwudhu.
Cara
bertayamum sebagai berikut:
1.Niat melaksanakan Tayamum didalam hati.
2.Menepuk ketempat yang berdebu(suci) dengan kedua tangan.
3.Mengusap seluruh wajah termasuk janggut.
4.Mengusap dua tangan sampai ke pergelangan tangan.
1.Niat melaksanakan Tayamum didalam hati.
2.Menepuk ketempat yang berdebu(suci) dengan kedua tangan.
3.Mengusap seluruh wajah termasuk janggut.
4.Mengusap dua tangan sampai ke pergelangan tangan.
2.
Shalat
- Untuk shalat fardhu, seorang yang sakit tetap diwajibkan untuk berdiri, selama mampu, meskipun harus dengan bersandar pada tembok atau bertumpu dengan tongkat
- Apabila tidak lagi mampu untuk berdiri, maka diperbolehkan untuk shalat dengan duduk, dengan tetap wajib untuk ruku’ dengan cara menunduk dan sujud diatas tanah sebagaimana biasa jika mampu. Dan apabila tidak mampu untuk sujud, maka sujudnya dilakukan dengan cara menunduk ( dengan posisi lebih rendah dari ruku’nya )
- Apabila tidak mampu untuk duduk, maka diperbolehkan untuk shalat dengan tidur miring diatas sisi kanan dengan menghadap kiblat.
- Apabila tidak bisa tidur dengan posisi miring, maka shalatnya dengan tidur terlentang, dengan kakinya diarah kiblat, dengan posisi kepalanya lebih diatas ( diberi bantal ), sehingga tetap bisa menghadap kearah kiblat
- Apabila tidak mampu ruku’ dan sujud dengan cara menunduk, maka diperbolehkan untuk ruku’ dan sujud dengan cara memberi isyarat dengan kepalanya, apabila juga tidak mampu , maka bisa ruku’ dan sujud dengan isyarat sesuai dengan kemampuan
- Orang yang sakit, tetap berkewajiban untuk shalat tepat pada waktunya, dan apabila ada kesulitan karena sakitnya, maka diperbolehkan untuk menjama’ antar dhuhur dengan ahsar, dan antara magrib dengan ‘isyak dengan jama’ taqdim atau ta’khir. Adapun untuk shalat shubuhnya tetap wajib untuk dilaksanakan diwaktunya
Catatan :
- Apabila seseorang, baik karena sakit atau lainnya tertidur atau terlupa, sehingga tidak mengerjakan shalat diwaktunya, maka wajib baginya untuk melaksanakan shalat ketika ia terbangun atau ketika ia ingat, meskipun ( bangunnya atau ingatnya ) pada waktu yang dilarang untuk shalat didalamnya
- Tidak diperkenankan bagi seorang muslim untuk meninggalkan shalat dalam keadaan bagaimanapun ( selama masih sadar ), termasuk ketika ia sakit, bahkan semestinya seorang yang sedang sakit lebih harus bisa menjaga shalatnya dari pada saat sehatnya
- Seseorang yang hilang kesadarannya, karena sakir atau karena pengaruh obat bius atau karena yang lainnya, sehingga meninggalkan beberapa shalat, maka ia wajib untuk mengganti shalat-shalatnya dalam satu waktu, yaitu ketika ia sadar
- Apabila seseorang meninggalkan shalat karena kehilangan akalnya hingga wafat, meskipun badannya terlihat sehat, maka ia tidak berdosa dan tidak wajib bagi ahli warisnya untuk menggantikan shalatnya
Semoga artikel ini dapat bermanfaat bagi kita,
sebagai usaha kita untuk terus mendekatkan diri kepada Allah dengan terus
beribadah kepadanya. Kita harus selalu mengingat hakikat kita diciptakan dan
hidup di dunia ini, yaitu untuk beribadah kepada-Nya.
“Dan aku
tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. [51:56]”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar